Cari Blog Ini

Rabu, 15 Juni 2011

HUKUM BINATANG DUA ALAM


HUKUM MAKAN BINATANG 2 ALAM
hukum Hewan yang hidup di dua alam, seperti kodok, buaya , penyu, kura-kura, ular dll. dalam hal ini, kepiting bukan termasuk binatang yang hidup di dua alam. lihat 'hukum makan kepiting' di arsip blog ini.

Mengenai hukum makan hewan yang hidup di dua alam, Mazhab Syafii berpendapat tentang keharaman hewan yang hidup di dua alam. Misalnya, katak, penyu dan lainnya. Biasanya orang menyebutkan dengan istilah amphibi, atau dalam istilah fiqihnya disebut barma''i. Keharaman hewan amphibi ini banyak kita dapat di banyak kitab fiqih terutama dari kalangan mazhab As-syafi''i. Salah satunya adalah kitab Nihayatul Muhtaj karya Imam Ar-Ramli. Di sana secara tegas disebutkan haramnya hewan yang hidup di dua alam. Namun, Imam Nawawi dalam kitab Majmu Syarh Muhadzdzab membolehkan memakan hewan yang hidup di darat dan di laut, begitu pula Khatib Al-Baghdadi dan Al-Haytsami, kecuali kodok, buaya, dan ular.
 Namun sebenarnya kesimpulan bahwa hewan yang hidup di dua alam itu haram dimakan, juga masih menjadi ajang perbedaan pendapat.

berikut ini adalah uraian tentang pendapat ulama 4 madzhab mengenai hukum ( halal-haram ) binatang yang hidup di dua alam.



1. Para ulama Hanafi dan Syafi’i mengatakan bahwa binatang itu semua tidak halal dimakan dikarenakan termasuk kedalam binatang yang menjijikan dan memiliki racun seperti ular. Nabi saw melarang membunuh katak. Dan seandainya dibolehkan memakannya maka beliau saw tidak akan melarang untuk membunuhnya.

2. Para ulama Maliki membolehkan memakan katak, serangga dan kura-kura dikarenakan tidak adanya nash yang melarangnya. Dan pelarangan binatang-binatang yang menjijikkan adalah apa yang didalamnya terdapat pernyataan dari syariat dan segala yang dianggap menjijikkan oleh diri seseorang selama belum ada nashnya maka ia tidaklah haram.

3. Para ulama madzhab Hambali mengatakan bahwa setiap hewan yang hidup di darat yang termasuk kedalam kelompok binatang melata laut maka  ia tidaklah halal tanpa disembelih, seperti burung laut, kura-kura, anjing laut kecuali yang tidak memiliki darah  menurut Ahmad bahwa binatang ini boleh meski tanpa disembelih karena termasuk hewan laut yang hidup di darat, tidak memiliki darah mengalir sehingga tidak memerlukan penyembelihan yang mana hal ini berbeda dengan binatang yang memiliki darah mengalir yang tidak halal tanpa disembelih.

Kemudian beliau mengatakan bahwa buaya tidaklah halal untuk dimakan. (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2800)

Alasan lainnya yang menjadikan buaya tidak halal menurut para ulama yang mengharamkannya untuk dimakan adalah bahwa ia termasuk kedalam kelompok binatang buas, sebagaimana riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw melarang semua binatang buas yang memiliki taring dan semua burung yang memiliki cakar.” (HR. Bukhori Muslim) juga yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda bahwa memakan semua binatang buas yang memiliki taring adalah haram”

Dikatakan binatang buas bertaring dikarenakan biantang itu menerkam mangsanya dan menyerangnya dengan taring yang dimilikinya, dan perilaku ini terdapat pada buaya. Bahkan buaya bukan hanya pemakan daging sesama hewan akan tetapi tidak jarang juga ia memangsa manusia dengan cara menerkam dan menyerangnya dengan taringnya.

demikianlah perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum memakan binatang yang hidup di dua alam.

lalu bagaimana kita menyikapinya?

Hukum makan binatang yang hidup di dua alam yang termasuk kategori binatang buas seperti buaya, ular, dan sejenisnya telas jelas keharamannya seperti telah diuraikan diatas. katak, mayoritas ulama mengharamkannya kecuali ulama malikiyah. Tentang Penyu, kura-kura, anjing laut dll,  itu terserah kepada pertimbangan masing-masing dan adat kebiasaan yang diamalkan dalam masyarakat. Jika ada yang berselera dan adat kebiasaan masyarakatnya pula tidak menganggap menjadi jejik dan keji, maka dianggap boleh makan.
Jika sebaliknya, maka dianggap tidak boleh makan.
akan tetapi menurut penulis, selama masih ada makanan yang lain, makan binatang yang hidup di dua alam sebaiknya dihindari. hal ini adalah adalah semata-mata karena berhati-hati terhadap sesuatu yang bersifat subhat.

 Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fikih Sunnah mengutip pendapat Ibnu Arabi mengatakan, "Yang benar hewan yang hidup di dua alam (darat dan air tidak boleh dimakan karena terjadinya pertentangan antara dua dalil, yaitu dalil yang menghalalkan dan dalil yang mengharamkan. Kita menangkan yang mengharamkan karena demi kehati-hatian dan menjaga diri."

Wallahu alam bish shawab,

5 komentar:

  1. Terima kasih ulasannya menjawab kebimbanganku selama ini

    BalasHapus
  2. assalamualaikum. terima kasih atas perkongsian yang bermanfaat. barmaiyyat menjadi khilaf kerana tiada dalil yang sejelas haiwan darat yang perlu disembelih atau haiwan akuatik laut/sungai yang yg halal meskipun telah mati tanpa disembelih. dari segi ilmu zoologi juga pengkategorian barmaiyyat lebih besar (termasuk amfibia dan reptilia)berbanding kategori sains yang hanya mengkhusus kepada amfibia. ini suatu ruang yang masih terbuka untuk dikaji dengan mengambil kira pandangan pakar zoologi tentang kepenggunaan haiwan kategori ini (khususnya tentang boleh dimakan atau tidak) kerana mereka lebih mengetahui kesan/akibat daripadanya. sekadar berkongsi pendapat.

    BalasHapus
  3. boleh saya tahu tentang rujukan yg awak guna?

    BalasHapus