Memang terjadi banyak silang pendapat tentang hukum kepiting di tengah masyarakat. Ada sementara kalangan yang mengharamkannya, tetapi tidak sedikit yang menghalakannya.Hal ini disebabkan karena anggapan bahwa kepiting adalah termasuk binatang yang hidup di dua alam, yang mana ulama syafi'iyah mengharamkan jenis binatang tersebut. silahkan lihat pada penjelasan 'hukum makan binatang 2 alam' di arsip blog ini. padahal sebenarnya kepiting bukanlah termasuk kedalam jenis binatang 2 alam ( barma'i).
Sehingga kalau pun bisa diterima pendapat bahwa hewan yang hidup di darat dan di air itu haram, toh kepiting tidak termasuk di dalamnya.
Sehingga kalau pun bisa diterima pendapat bahwa hewan yang hidup di darat dan di air itu haram, toh kepiting tidak termasuk di dalamnya.
Walhasil, tidak ada alasan untuk mengharamkan kepiting, sehingga hukumnya kembali ke asalnya yaitu halal. Dan kehalalannya dikuatkan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Mengenai penjelasan bahwa kepiting bukanlah termasuk kedalam jenis binatang yang hidup di dua alam dapat di lihat pada penjelasan dibawah ini:
Pendapat bahwa kepiting itu bukan hewan dua alam dikemukakan oleh banyak pakar di bidang perkepitingan. Umumnya mereka memastikan bahwa kepiting bukan hewan amfibi seperti katak. Katak bisa hidup di darat dan air karena bernapas dengan paru-paru dan kulit.
Tetapi tidak demikian halnya dengan kepiting. Kepiting hanya bernapas dengan insang. Kepiting memang bisa tahan di darat selama 4-5 hari, karena insangnya menyimpan air, sehingga masih bisa bernapas. Tapi kalau tidak ada airnya sama sekali, dia mati. Jadi kepiting tidak bisa lepas dari air.
Penjelasan bahwa kepiting bukan hewan amphibi disampaikan oleh ahli dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Sulistiono.
menenai kehalalan kepiting ini diperkuat juga fatwa MUI, sebagai berikut :
menenai kehalalan kepiting ini diperkuat juga fatwa MUI, sebagai berikut :
· KEPUTUSAN FATWA KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA tentang KEPITING
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersama
dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan
dan Kosmetika
Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI), pada hari Sabtu, 4 Rabiul Akhir
1423 H./15 Juni 2002 M.,
Setelah
MENIMBANG
1. bahwa di kalangan umat Islam Indonesia, status hukum mengkonsumsi
kepiting masih dipertanyakan kehalalannya;
2. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan
fatwa tentang status hukum mengkonsumsi kepiting, sebagai pedoman bagi
umat Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
MENGINGAT
1. Firman ALLOH SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang halal dan
thayyib (baik), hukum mengkonsumsi jenis makanan hewani,dan sejenisnya,
antara lain :
2. "Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu" (QS.
Al-Baqarah [2]:168).
3. "(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka,yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk... " (QS.
al-A'raf[7]: 157).
4. Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka? "
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap
oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu,
kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan ALLOH kepadamu. Maka,
makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama ALLOH
atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada ALLOH,
sesungguhnya ALLOH amat cepat hisab-Nya". Maka makanlah yang halal lagi
baik dari rezki yang telah diberikan ALLOH kepadamu; dan syukurilah
ni'mat ALLOH jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang ALLOH telah berikan kepadamu,
dan bertakwalah kepada ALLOH yang kamu beriman kepada-Nya. Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut dan makan (yang berasal) dari laut sebagai
makanan yang baik, bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan
panjang,.."(OS. al-Baqarah [2] : 172).
5. Kemudian Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan
perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya berlumur
debu.Sambil menengadahkan kedua tangan ke langit ia berdoa, 'Ya Tuhan,
ya Tuhan,.. (berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan kondisi seperti
itu, pada umumnya dikabulkan oleh ALLOH swt. Sedangkan, makanan orang
itu haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan
dengan yang haram. (Nabi memberikan komentar),'Jika demikian halnya,
bagaimana mumgkin ia akan dikabulkan doanya"... (HR. Muslim dari Abu
Hurairah).
"Yang halal itu sudah jelas dan yang harampun sudah jelas; dan di antara
keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas
halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang
siapa hati-hati dari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan
agama dan harga dirinya..." (HR.Muslim).
6. Hadis Nabi : "Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikan)-nya"
(HR.Khat-iisa11),
7. Pada dasarnya hukum tentang sesuatu adalah boleh sampai ada dalil
yang mengharamkannya
8. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI Periode 2001-2005
9. Pedoman Penetapan Fatwa MUI
Memperhatikan :
1. Pendapat Imam Al Ramli dalam Nihayah Al Muhtajila Ma'rifah
Alfadza-al-Minhaj, (t.t : Dar'al -Fikr,t.th) juz VIII, halaman 150
tentang pengertian "Binatang laut/air ,dan halaman 151- 152 tentang
binatang yang hidup di laut dan di daratan
2. Pendapat Syeikh Muhammad al-Kathib a;-Syarbainidalam Mughni
Al-Muhtajila Ma'rifah Ma'ani Al-Minhaj, (t.t ar Al-Fikr,
juz IV
Hal 297 tentang pengertian "binatanglaut/Air ", pendapat Imam Abu
Zakaria bin Syaraf al-Nawawi dalam Minhaj Al-Thalibin, Juz IV, hal. 298
tentang binatang laut dan di daratan serta alasan ('illah) hukum
keharamannya yang dikemukakan oleh al-Syarbaini :
3. Pendapat Ibn al'Arabi dan ulama lain sebagaimana dikutip oleh Sayyid
Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah (Beirut : Dar al-Fikr,1992), Juz lll, halaman
249 tentang "binatang yang hidup di daratan dan laut"
4. Pendapat Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA (anggot A Komisi Fatwa) dalam
makalah Kepiting : Halal atau Haram dan penjelasan yang disampaikannya
pada Rapat Komisi Fatwa MUI, serta pendapat peserta rapat pada hari Rab
29 Mei2002 M./ 16Rabi'ul Awwal 1421 H.
5. Pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scylllaspp) dan
penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Komisi Fatwa
MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi'ul Akhir 1423 H / 15 Juni 2002M, antara lain
sebagai berikut:
6. Ada 4 (empat) jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi dan menjadi
komoditas, yaitu :
a. Scylla serrata
<http://tausyiah275.blogsome.com/go.php?http://images.google.co.id/image
s?q=Scylla%20serrata&oe=UTF-8&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:off
icial&percentage_served=*:100&ie=UTF-8&sa=N&tab=wi> ,
b. Scylla tranquebarrica,
c. Scylla olivacea
<http://tausyiah275.blogsome.com/go.php?http://images.google.co.id/image
s?q=Scylla%20olivacea&oe=UTF-8&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:of
ficial&percentage_served=*:100&ie=UTF-8&sa=N&tab=wi> , dan
d. Scylla pararnarnosain.
Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum hanya disebut
dengan "kepiting"
1. Kepiting adalah jenis binatang air, dengan alasan:
a. Bernafas dengan insang.
b. Berhabitat di air.
c. Tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air
karena memerlukan oksigen dari air.
2. Kepiting termasuk keempat jenis di atas(lili._angka 1) hanya ada
yang:
a. hidup di air tawar saja
b. hidup di air taut saja, dan
c. hidup di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau
berhabitat di dua alam : di laut dan di darat.
Rapat Komisi Fatwa MUI dalam rapat tersebut, bahwa kepiting, adalah
binatang air baik di air laut maupun di air tawar dan bukan binatang
yang hidup atau berhabitat di dua alam : di laut dan di darat :
Dengan bertawakkal kepada ALLOH SWT.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG KEPITING
1. Kepiting adalah HALAL dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya
bagi kesehatan manusia.
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana
mestinya.
Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya,
menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal : 4 Rabi'ul Akhir 1423 H. 15 Ju1i2002M
KOMISI FATWA
MAJLIS ULAMA INDONESIA
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersama
dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan
dan Kosmetika
Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI), pada hari Sabtu, 4 Rabiul Akhir
1423 H./15 Juni 2002 M.,
Setelah
MENIMBANG
1. bahwa di kalangan umat Islam Indonesia, status hukum mengkonsumsi
kepiting masih dipertanyakan kehalalannya;
2. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan
fatwa tentang status hukum mengkonsumsi kepiting, sebagai pedoman bagi
umat Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
MENGINGAT
1. Firman ALLOH SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang halal dan
thayyib (baik), hukum mengkonsumsi jenis makanan hewani,dan sejenisnya,
antara lain :
2. "Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu" (QS.
Al-Baqarah [2]:168).
3. "(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka,yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk... " (QS.
al-A'raf[7]: 157).
4. Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka? "
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap
oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu,
kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan ALLOH kepadamu. Maka,
makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama ALLOH
atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada ALLOH,
sesungguhnya ALLOH amat cepat hisab-Nya". Maka makanlah yang halal lagi
baik dari rezki yang telah diberikan ALLOH kepadamu; dan syukurilah
ni'mat ALLOH jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang ALLOH telah berikan kepadamu,
dan bertakwalah kepada ALLOH yang kamu beriman kepada-Nya. Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut dan makan (yang berasal) dari laut sebagai
makanan yang baik, bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan
panjang,.."(OS. al-Baqarah [2] : 172).
5. Kemudian Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan
perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya berlumur
debu.Sambil menengadahkan kedua tangan ke langit ia berdoa, 'Ya Tuhan,
ya Tuhan,.. (berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan kondisi seperti
itu, pada umumnya dikabulkan oleh ALLOH swt. Sedangkan, makanan orang
itu haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan
dengan yang haram. (Nabi memberikan komentar),'Jika demikian halnya,
bagaimana mumgkin ia akan dikabulkan doanya"... (HR. Muslim dari Abu
Hurairah).
"Yang halal itu sudah jelas dan yang harampun sudah jelas; dan di antara
keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas
halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang
siapa hati-hati dari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan
agama dan harga dirinya..." (HR.Muslim).
6. Hadis Nabi : "Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikan)-nya"
(HR.Khat-iisa11),
7. Pada dasarnya hukum tentang sesuatu adalah boleh sampai ada dalil
yang mengharamkannya
8. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI Periode 2001-2005
9. Pedoman Penetapan Fatwa MUI
Memperhatikan :
1. Pendapat Imam Al Ramli dalam Nihayah Al Muhtajila Ma'rifah
Alfadza-al-Minhaj, (t.t : Dar'al -Fikr,t.th) juz VIII, halaman 150
tentang pengertian "Binatang laut/air ,dan halaman 151- 152 tentang
binatang yang hidup di laut dan di daratan
2. Pendapat Syeikh Muhammad al-Kathib a;-Syarbainidalam Mughni
Al-Muhtajila Ma'rifah Ma'ani Al-Minhaj, (t.t ar Al-Fikr,
juz IV
Hal 297 tentang pengertian "binatanglaut/Air ", pendapat Imam Abu
Zakaria bin Syaraf al-Nawawi dalam Minhaj Al-Thalibin, Juz IV, hal. 298
tentang binatang laut dan di daratan serta alasan ('illah) hukum
keharamannya yang dikemukakan oleh al-Syarbaini :
3. Pendapat Ibn al'Arabi dan ulama lain sebagaimana dikutip oleh Sayyid
Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah (Beirut : Dar al-Fikr,1992), Juz lll, halaman
249 tentang "binatang yang hidup di daratan dan laut"
4. Pendapat Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA (anggot A Komisi Fatwa) dalam
makalah Kepiting : Halal atau Haram dan penjelasan yang disampaikannya
pada Rapat Komisi Fatwa MUI, serta pendapat peserta rapat pada hari Rab
29 Mei2002 M./ 16Rabi'ul Awwal 1421 H.
5. Pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scylllaspp) dan
penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Komisi Fatwa
MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi'ul Akhir 1423 H / 15 Juni 2002M, antara lain
sebagai berikut:
6. Ada 4 (empat) jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi dan menjadi
komoditas, yaitu :
a. Scylla serrata
<http://tausyiah275.blogsome.com/go.php?http://images.google.co.id/image
s?q=Scylla%20serrata&oe=UTF-8&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:off
icial&percentage_served=*:100&ie=UTF-8&sa=N&tab=wi> ,
b. Scylla tranquebarrica,
c. Scylla olivacea
<http://tausyiah275.blogsome.com/go.php?http://images.google.co.id/image
s?q=Scylla%20olivacea&oe=UTF-8&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:of
ficial&percentage_served=*:100&ie=UTF-8&sa=N&tab=wi> , dan
d. Scylla pararnarnosain.
Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum hanya disebut
dengan "kepiting"
1. Kepiting adalah jenis binatang air, dengan alasan:
a. Bernafas dengan insang.
b. Berhabitat di air.
c. Tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air
karena memerlukan oksigen dari air.
2. Kepiting termasuk keempat jenis di atas(lili._angka 1) hanya ada
yang:
a. hidup di air tawar saja
b. hidup di air taut saja, dan
c. hidup di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau
berhabitat di dua alam : di laut dan di darat.
Rapat Komisi Fatwa MUI dalam rapat tersebut, bahwa kepiting, adalah
binatang air baik di air laut maupun di air tawar dan bukan binatang
yang hidup atau berhabitat di dua alam : di laut dan di darat :
Dengan bertawakkal kepada ALLOH SWT.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG KEPITING
1. Kepiting adalah HALAL dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya
bagi kesehatan manusia.
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana
mestinya.
Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya,
menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal : 4 Rabi'ul Akhir 1423 H. 15 Ju1i2002M
KOMISI FATWA
MAJLIS ULAMA INDONESIA